Seiring berjalannya waktu, sangat sulit mencari orang-orang yang gigih dalam bekerja, pantang menyerah dalam berusaha, dan ikhlas membantu. Pak Farkhan adalah salah satu sosok yang sedikit itu. Sikapnya selalu mencerminkan keinginan untuk bisa selalu bermanfaat bagi orang lain. Itu adalah upaya untuk menjadi manusia yang berkualitas.
Pak Farkhan bagi saya seperti malaikat. Betapa tidak, selain bapak dari dua orang anak ini bekerja untuk menafkahi keluarganya, beliau juga bekerja untuk eksistensi agama Islam. Beliau dalam keseharian mengajar mengaji baik hari-hari biasa maupun ketika datangnya bulan Ramadhan. Aktivitas beliu bukan tanpa aral, dia harus menempuh perjalanan cukup jauh. Namun, dia tidak pernah meniggalkan kewajibannya menjadi seorang guru.
Satu tempo, beliau tidak hadir untuk mengajar. Salah satu muridnya yang telah lama menunggu, akhirnya pergi ke rumah Pak Farkhan untuk menanyakan mengapa tidak hadir. Setelah tiba di rumah gurunya itu, murid tersebut langsung kaget dan meneteskan air mata. Sebab, dia tak kuasa melihat guru itu terkapar lemah di ranjang akibat sakit yang telah lama diderita Pak Farkhan
Ketika murid itu bertanya pada Pak Farkhan, ”Mengapa bapak tidak beritahu kalau bapak sedang sakit keras!” Beliau mejawab,”bukannya saya tidak mau memberitahu….tapi saya memang sengaja tidak memberitahu. Biarlah nikmat yang diberikan Allah ini hanya saya saja yang merasakan, sebab dengan nikmat inilah Allah memberi pengarahan dan nasehat kepada makhluknya yang salah. Dan Alhamdulillah pada bulan yang penuh berkah ini saya masih diberi peringatan oleh sang Kholiq.”
Kisah hidup Pak Farkhan yang mulia itu rupanya tidak sejalur dengan masa lalu. Semua orang tidak kan pernah menyangka bahwa beliau dulunya adalah seorang perampok kejam. Dia tega membunuh demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Beliau juga dulunya bukanlah seorang muslim melainkan pengikut agama Budha.
Beliau tidak pernah terfikirkan dalam benaknya kalau dia akan masuk Islam dan menjadi seorang yang ahli beribadah. Namun, siapa sangka hidayah dari Sang Kuasa itu datang pada bulan Ramadhan tepatnya pada malam ke 23 yaitu pada malam Lailatul Qodar. Ketika itu Pak Farkhan baru pulang dari warung remang–remang tempat beliau bersenang-senang.
Beliau melihat kulit tembok rumahnya yang terkelupas. Dan bentuknya itu nampak seperti orang yang sedang sujud. Kedua kalinya ketika Pak Farkhan sedang enak-enaknya tidur, kerena panas jam dua malam, Pak Farkhan terbangun. Ketika beliau keluar terdengar dari langit suara orang yang membaca Alquran. Suaranya tak pernah berhenti seperti orang itu membaca tanpa mengambil nafas.
Pak Farkhan bagi saya seperti malaikat. Betapa tidak, selain bapak dari dua orang anak ini bekerja untuk menafkahi keluarganya, beliau juga bekerja untuk eksistensi agama Islam. Beliau dalam keseharian mengajar mengaji baik hari-hari biasa maupun ketika datangnya bulan Ramadhan. Aktivitas beliu bukan tanpa aral, dia harus menempuh perjalanan cukup jauh. Namun, dia tidak pernah meniggalkan kewajibannya menjadi seorang guru.
Satu tempo, beliau tidak hadir untuk mengajar. Salah satu muridnya yang telah lama menunggu, akhirnya pergi ke rumah Pak Farkhan untuk menanyakan mengapa tidak hadir. Setelah tiba di rumah gurunya itu, murid tersebut langsung kaget dan meneteskan air mata. Sebab, dia tak kuasa melihat guru itu terkapar lemah di ranjang akibat sakit yang telah lama diderita Pak Farkhan
Ketika murid itu bertanya pada Pak Farkhan, ”Mengapa bapak tidak beritahu kalau bapak sedang sakit keras!” Beliau mejawab,”bukannya saya tidak mau memberitahu….tapi saya memang sengaja tidak memberitahu. Biarlah nikmat yang diberikan Allah ini hanya saya saja yang merasakan, sebab dengan nikmat inilah Allah memberi pengarahan dan nasehat kepada makhluknya yang salah. Dan Alhamdulillah pada bulan yang penuh berkah ini saya masih diberi peringatan oleh sang Kholiq.”
Kisah hidup Pak Farkhan yang mulia itu rupanya tidak sejalur dengan masa lalu. Semua orang tidak kan pernah menyangka bahwa beliau dulunya adalah seorang perampok kejam. Dia tega membunuh demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Beliau juga dulunya bukanlah seorang muslim melainkan pengikut agama Budha.
Beliau tidak pernah terfikirkan dalam benaknya kalau dia akan masuk Islam dan menjadi seorang yang ahli beribadah. Namun, siapa sangka hidayah dari Sang Kuasa itu datang pada bulan Ramadhan tepatnya pada malam ke 23 yaitu pada malam Lailatul Qodar. Ketika itu Pak Farkhan baru pulang dari warung remang–remang tempat beliau bersenang-senang.
Beliau melihat kulit tembok rumahnya yang terkelupas. Dan bentuknya itu nampak seperti orang yang sedang sujud. Kedua kalinya ketika Pak Farkhan sedang enak-enaknya tidur, kerena panas jam dua malam, Pak Farkhan terbangun. Ketika beliau keluar terdengar dari langit suara orang yang membaca Alquran. Suaranya tak pernah berhenti seperti orang itu membaca tanpa mengambil nafas.
Karena kejadian itulah, Pak Farkhan seakan-akan terlahir kembali menjadi seorang pengikut Nabi Muhammad SAW. Dan beliau pernah berkata, ”Marilah kita melakukan semuanya dengan ridho Allah dan semata-mata karena Allah lah kita melakukannya. Dan janganlah mengeluh atau merasa terbebani dengan keadaan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita. ”Alllahhuakbar. Segala Puji Baginya. Tiada Sekutu Baginya .”
Adalah kenikmatan yang amat besar apabila umat manusia di dunia ini selalu mendapat hidayah dari Allah sebagaimana yang telah didapat oleh Pak Farkhan. Makna yang paling mendalam adalah bagaimana setiap manusia mempunyai peluang yang sama untuk berubah. Hitam putih kehidupan atau perjalanan seseorang adalah proses utuh sebuah kehidupan.
Sikap-sikap tidak toleran alias membabi buta terhadap orang yang berbuat kesalahan adalah sebuah keangkuhan. Bisa jadi orang yang sekarang berbuat salah akan melakukan kebaikan di kemudian hari begitu pula sebaliknya. Orang yang merasa berbuat benar bisa jadi tergelincir di akhir perjalanan hidup.
Sikap-sikap tidak toleran alias membabi buta terhadap orang yang berbuat kesalahan adalah sebuah keangkuhan. Bisa jadi orang yang sekarang berbuat salah akan melakukan kebaikan di kemudian hari begitu pula sebaliknya. Orang yang merasa berbuat benar bisa jadi tergelincir di akhir perjalanan hidup.
Subhanallah...
BalasHapuslanjutkan akhi... :)